Menampilkan sejumlah profil tokoh masyarakat yang berprestasi dalam sesuatu, baik sosial, politik, ekonomi, budaya, pendidikan, olah raga,agama. dll. Juga disajikan berbagai opini, pendapat, argumentasi, analisis, kritik, saran, kesaksian dll dari tokoh-tokoh tersebut maupun pembaca lainnya. Pembaca bisa terlibat langsung melalui komentar atau bisa mengirimkan melalui email dadang_mhs@yahoo.com
Selasa, 23 Agustus 2011
Dadang Mahisa's Talk: Distribusi Zakat Fitrah Menunggu Istbat 1 Syawal
Dadang Mahisa's Talk: Distribusi Zakat Fitrah Menunggu Istbat 1 Syawal: Sekretaris Umum Badan Amil Zakat (Baz) Kota Bandung, Taufik Ibrahim SH, Selasa (23/8) mengatakan bahwa pendistribusian zakat fitrah (zafi...
Senin, 15 Agustus 2011
Dadang Mahisa's Talk: Tifatul Resmikan MPLIK
Dadang Mahisa's Talk: Tifatul Resmikan MPLIK: "Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Ir. Tifatul Sembiring meresmikan program Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan, Senin (8/8)..."
Nazaruddin Ditangkap, Puluhan Petinggi Rontok?
Ditangkapnya buronan kelas kakap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, di Kolombia minggu ini tak pelak memunculkan sejumlah spekulasi di tengah rakyat Indonesia. Kebanyakan warga berharap agar semua yang diucapkan Nazaruddin selagi borun di beberapa negara diungkapkan juga di muka pengadilan secara transparan dan terang benderang.
Sebagaimana diketahui sebelum tertangkap, Nazaruddin sempat menyebarkan SMS dan diwawancarai Metro TV dan TV one serta wawancara Skype dengan Iwan Piliang yang didengar banyak pemerhati dari berbagai kalangan. Dalam pernyataannya Nazaruddin menyebut sejumlah pejabat tinggi turut serta terlibat dalam aksinya ‘menjebol’ uang negara.
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang belum lama menjadi petinggi Partai Demokrat ini disebut Nazaruddin menyebar uang milyaran rupiah untuk ‘membeli’ suara para pendukungnya. Sejumlah saksi mata dari berbagai kalangan sempat disitir Nazaruddin untuk memperkuat pernyataannya itu; sopir mobil box, ketua dan sekretaris DPD Kota/Kabupaten peserta Rakernas PD beberapa waktu lalu di Bandung. Uang $US 10.000 hingga $US 40.000 sempat menjadi obrolan hangat di tengah peserta kongres tersebut, karena ada diantaranya yang sengaja atraktif dengan cara mengipas-kipaskan lembaran uang dollar Amerika tersebut untuk membujuk rekan lainnya agar mau mendukung Anas.
Kehadiran generasi muda sekaliber Anas sebagai Ketua umum sebuah partai besar pemenang pemilu sebenarnya sempat memberikan secercah harapan terjadinya estafeta kepemimpinan nasional. Namun dengan berkembangnya issue politik uang pada kongres tersebut harapan tadi luntur. Sebab, semua orang pun saat ini bisa menang asal ada uang. Persoalannya adalah tidak semua orang mampu mengumpulkan uang sebanyak itu. Namun bagi Anas ternyata uang bukan masalah. Ia mampu mengumpulkan uang sebanyak itu dan membagi-bagikannya. Tentu saja Anas tidak sendirian ‘mencari’ uang tersebut. Sebagai pengusaha, anggota DPR dan Bendahara Umum PD, Nazaruddin lah orang yang mendapat ‘pesanan’ mengumpulkan uang tersebut dari berbagai sumber. Ujung-ujungnya uang tersebut berasal dari APBN alias uang negara, uang rakyat.
Anas tentu saja tidak menerima begitu saja tuduhan sahabat dekat yang kini memusuhinya itu. Ia balik melaporkan Nazaruddin ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pejabat lain yang dituding Nazaruddin adalah; Angelina Sondakh, I Wayan Koster, dan Menegpora, Andi Malarangeng, bahkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut Nazaruddin mendatanginya untuk negosiasi kasus korupsi. Nazar mengatakan bahwa dirinya menyimpan video rekaman dari CCTV di rumahnya saat ketua KPK mendatanginya.
Publik tentu saja harap-harap cemas atas tertangkapnya Nazaruddin. Khawatir terjadi apa-apa terhadap diri saksi pelaku korupsi ini. Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Sebab di negara yang konon menjunjung tinggi supremasi hukum ini ternyata dalam sejarahnya telah terjadi pembungkaman terhadap para whistle blower, seperti; Munir meninggal karena makanan diracuni, Antasari Azhar dituduh membunuh dan berselingkuh istri pengusaha Nasrudin hingga Konjen Susno Djaudji yang terpaksa meringkuk di sel tahanan karena ‘nyanyiannya’ tentang polisi hitam.
Publik bukan menganggap Nazaruddin sebagai pahlawan anti koruptor tetapi sebagai pelaku korupsi yang selama tiga bulan ini berani ‘bernyanyi’ tentang orang-orang yang bersama-sama ‘merampok’ uang Negara, uang rakyat Indonesia yang sebagaian besarnya kelaparan dan termarginalkan.
Sebagaimana nyanyian Iwan Fals, Publik berharap agar hukum ditegakan setegak-tegaknya. Tanpa pandang bulu, transparan dan berkeadilan. Publik berharap agar para penegak hukum juga mengusut orang-orang yang disebut-sebut Nazaruddin terlibat merampok dan menikmati uang ‘jarahan’ tersebut.
Senin, 01 Agustus 2011
Berita Foto: Pelantikan PWI Jabar
Berita Foto: Pelantikan PWI Jabar: "Kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat Periode 2011-2016, Sabtu (30 Juli 2011) dilantik Ketua Umum PWI Pusat, Mar..."
Dadang Mahisa's Talk: Stok Pangan Hingga Lebaran, Aman
Dadang Mahisa's Talk: Stok Pangan Hingga Lebaran, Aman: "Sekretaris Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kota Bandung, Ir. Eli Wasliyah, Rabu (27 Juli 2011) mengatakan bahwa stok atau p..."
Jumat, 01 Juli 2011
Kontroversi Fatwa Haram BBM Bersubsidi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) belakangan menjadi sorotan dan perbincangan serius dari berbagai kalangan. REaksi tersebut muncul akibat pernyataan pribadi Ketua MUI Makruf Amin saat ditanya wartawan usai berkunjung ke Kementrian ESDM. Makruf Amin menjawab spontan begitu saja saat wartawan menanyakan pendapatnya tentang Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis premium yang kini diwacanakan Pemerintah RI untuk dicabut subsidinya. Kalaupun diberikan subsidinya akan sangat terbatas pada mereka yang termasuk golongan rakyat miskin. Sehingga orang kaya atau orang yang berduit dengan mobil pribadi yang mewah menjadi tidak berhak lagi menggunakan BBM jenis premium untuk kendarannya itu.
Makruf Amin sebagaimana dikutip oleh Ketua MUI lainnya, KH Amidan, menyebutkan perilaku orang kaya yang menggunakan bensin premium yang bersubsidi itu sebagai tindakan Ghosob (mencuri hak orang lain) sehingga bisa disebut sebagai perilaku dzalim terhadap orang lain. Dan tindakan seperti itu haram hukumnya.
Kontan saja pernyataan KH Makruf Amin mengundang opini banyak orang. Ada yang mengkait-kaitkannya dengan kunjungan rombongan MUI ke ESDM. Ada yang menyebutnya bahwa pernyataan tersebut adalah ‘pesanan’ dari: pengusaha, para politisi bahkan Presiden SBY.
Namun bila menyimak pernyataan KH Amidan di TV one Nampak jelas bahwa kalangan ulama yang tergabung dalam MUI lebih berpihak pada pernyataan dan kebijakan pemerintah RI yang akan segera mencabut subsidi BBM jenis premium, yang dianggap membebani dan memberatkan APBN. Sehingga layak untuk dicabut.
KH. Amidan berbeda pendapat dengan Ichsanudin Noorsy yang ketika itu diwawancarai bareng di acara AKI pagi TV One. Menurut Ichsanudin KH. Amidan hanya melihat kasus pemborosan BBM bersubsidi ini di ujungnya dan tidak melihat di pangkalnya sehingga penilaiannya sepihak dan tidak konfrehensif. Akibatnya ulama bakal menerima begitu saja alasan yang dikemukakan pemerintah RI untuk mencabut subsidi BBM jenis premium.
Setelah menuai kritikan dan kecaman keras hampir dari seluruh lapisan masyarakat, akhirnya pihak MUI membantah akan mengeluarkan fatwa haram memakai bensin premium. Dan menyatakan bahwa pernyataan tersebut adalah opini pribadi KH. Makruf Amin bukan kaul ulama. Apakah pernyataan tersebut akan meredam; kritikan, kecaman, cemoohan bahkan hujatan kepada ulama?. Masih belum bisa dipastikan. Kecuali, ya kecuali para kiayi, ulama atau cendikia yang tergabung dalam wadah MUI bisa mengalihkan perhatian masyarakat sebagaimana yang sering dilakukan para politisi, pejabat publik atau para pejabat di negeri ini. Artinya ulama harus membuat issue baru yang dapat mengalihkan perhatian rakyat Indonesia. Namun jangan salah. Bisa-bisa issue baru itupun justru akan semakin memojokan lembaga keagaman tersebut.
Dari sejarahnya MUI memang seringkali terjebak pada pembuatan fatwa yang seolah-olah merupakan pesanan atau orderan dari; penguasa, pengusaha, politisi, perorangan atau kelompok tertentu, seperti fatwa haramnya rokok, fatwa sesatnya Ahmadiyah, fatwa haramnya golput, fatwa KB, fatwa haramnya wanita naik ojeg, fatwa menikah beda agama, fatwa berganti kelamin, fatwa cloning anggota tubuh, fatwa awal bulan ramadhan atau awal syawal, dll.
Sebenarnya ada banyak harapan yang dialamatkan kepada MUI terkait dengan sejumlah peristiwa yang terjadi di negeri ini. Di mata masyarakat peristiwa-peristiwa tersebut seharusnya ulama tampil terdepan setidaknya dalam ‘memproduksi’ fatwa seperti fatwa hukuman terhadap; para koruptor, mavia peradilan, mavia pemilu, mavia pajak, mavia kasus, mavia anggaran dan mavia-mavia lainnya.
Walaupun sebenarnya ada hukum-hukum yang qoth’i (sudah pasti, jelas) yang bersumber dari Al quran dan hadits yang tidak perlu lagi dibuatkan fatwa ulama, seperti; hukum mencuri, hukum membunuh, hukum menipu, faraid, berzina dll. Namun itulah masyarakat Indonesia yang masih menganggap ulama sebagai tokoh panutan masyarakat. Dimana sabdanya akan menjadi hukum yang akan dipegang teguh dan diterapkan oleh warga muslim.
Untuk itu hati-hatilah ulama dalam mengeluarkan pendapat atau opini pribadi.
Kamis, 19 Mei 2011
Legalisasi Ganja dan Upaya Globalisasi UU
Lingkar Ganja Nusantara (LGN) awal Mei ini menuntut pemerintah agar melegalkan; penggunaan, penanaman dan pemanfaatan ganja yang selama ini dikatagorikan ke dalam jenis narkoba (narkotika dan obat-obatan), sehingga keberadaannya menjadi barang haram yang mesti dijauhi warga negara Indonesia. Alhasil bila ada yang melangggar ketentuan tersebut maka hukuman pidana akan menjeratnya.
Dalam pembelaannya, LGN mengeluarkan dalih bahwa ganja sebenarnya secara ilmiah mengandung manfaat bagi umat manusia, sehingga keberadaannya jangan diabaikan.
LGN sendiri sebenarnya sebuah LSM yang relatif kecil sehingga sampai kini tidak terdengar ’suaranya’. Baru setelah mengeluarkan argumen serta tuntutan agar ganja dilegalkan, dengan semacam ’paksaan’ atau tepatnya tekanan (freesure) dengan akan melakukan demo secara rutin agar suaranya segera digubris pemerintah.
Menarik memang, tuntutan LGN ini. Karena ada semacam ’paksaan’ dunia internasional terhadap suatu persoalan di dalam negeri masing-masing negara dunia, bahwa penangan persoalan tersebut harus menggunakan standar yang sudah ditetapkan dunia internasional.
Paksaan globalisasi tersebut bisa masuk ke dalam berbagai persoalan di negara manapun di dunia, seperti; gaya hidup, standar cantik, sehat, indah, fashion, musik, makanan, sistem politik, sistem demokrasi, sistem ketatanegaraan, sistem keuangan, perbankan, hukum dan perundang-undangan serta Hak Azazi Manusia. Bahkan sampai urusan siapa memimpin siapa. Atau kapan seseorang naik menjadi pemimpin negara atau kapan dia dilengserkan.
Jadi ada upaya menarik semua warga negara untuk menyamakan persepsi pada satu masalah bahkan dipaksakan untuk menerima sistem tersebut. Bila tidak maka negara atau bangsa tersebut akan dikucilkan dari pergaulan dunia internasional.
Padahal sebagai negara yang berdaulat tentu saja ada kebebasan untuk memilih sebuah sistem dalam mengatur negara dll. Ada kearifan lokal yang patut dijungjung tinggi bahkan bisa menjadi sumbangsih bagi peradaban dunia. Tentunya berguna juga bagi kemaslahatan bangsa itu sendiri atau bangsa di dunia.
Langganan:
Postingan (Atom)