Tampilkan postingan dengan label DPR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DPR. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Januari 2012

Sandal Jepit, Toilet DPR dan Ruang Banggar


Akhir-akhir ini masyarakat terkuras perhatiannya pada sejumlah kasus yang ‘sengaja’ di blow up media massa baik cetak maupun elektronik pada masalah-masalah yang sebenarnya tidak berkait langsung dengan kepentingan rakyat, seperti kasus pencurian sandal jepit oleh AAL, remaja berusia 15 tahun yang dituding mencuri sendal jepit milik Ahmad Rusdi. Meski pemilik sandal jepit tersebut harus menelan pil pahit akibat perbuatannya menganiayai AAL. Namun yang menjadi perhatian masyarakat adalah ancaman hukum 5 tahun yang penjara yang bakal dialami AAL sebagai tersangka pencuri sebuah sandal jepit. Masyarakat menilai bahwa ancaman hukuman seberat itu semakin menunjukkan ketidakadilan hukum di negeri yang konon berdasarkan hukum ini. Hukum sekarang ibarat pisau, katanya, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Kasus sandal jepit AAL ini ‘sengaja’ diboyong ke pusat pemerintahan RI, di Jakarta oleh sekelompok orang. Padahal peristiwanya sendiri terjadi di  Palu, Sulawesi Tengah, ratusan kilometer jauhnya dari Ibukota Jakarta. Namun pihak-pihak tertentu sengaja ‘menariknya’ menjadi kasus nasional dengan melibatkan petinggi negeri ini, seperti Kapolri, KPAI, DPR hingga Presiden RI.
Mereka mencari issue-issue sentral sekecil apapun yang bisa menasional. Mereka berusaha memunculkan issue-issue baru yang bisa menjadi bola liar. Kasus raskin yang tidak merata, kasus Sondang Hutagalung dengan aksi bakar diri di depan istana, kanaikan harga BBM dll.  
Kasus yang lainnya yang ‘sengaja’ di blow up media adalah toilet DPR seharga Rp 2 miliar dan ruang Badan Anggaran (Banggar) yang dibangun dengan menggunakan dana APBN sebesar Rp 20 miliar.  Walaupun dari pihak anggota DPR pun sempat protes dan mengeluhkan penggunaan dana sebesar itu untuk pembangunan kedua sarana tersebut. Bahkan Ketua DPR RI, Marzuki Ali melaporkannya ke KPK untuk diperiksa RAB nya.
Dari kasus-kasus tersebut sempat menimbulkan silang pendapat di tengah masyarakat baik melalui media cetak, TV maupun radio. Masyarakat nampaknya terprovokasi oleh berbagai ulasan dan tulisan dari media-media tersebut sehingga timbul ketidakpercayaan kepada lembaga; polisi maupun DPR RI, DPRD Provinsi, Kota/Kabupaten, kejaksaan, pengadilan, birokrat, partai-partai, ormas dan lembaga keagamaan. Bahkan masyarakatpun jadi saling tidak percaya dan curiga pada sesama warga negara. Akibatnya, tawuran maupun perkelahian massal kerap terjadi akibat hal-hal sepele yang kadang tidak dimengerti penyebabnya.
Di tengah masyarakat muncul juga ajakan-ajakan boikot pemilu 2014, ajakan untuk golput, ajakan untuk tidak memilih saat pemilu kepala daerah baik tingkat kota/kabupaten maupun provinsi bahkan boikot pada pilpres. Muncul juga ajakan untuk boikot bayar pajak. Juga muncul ajakan demo turun ke jalan untuk melenggserkan pemimpin nasional tanpa melalui proses pilpres 2014.  
Muncul juga pernyataan-pernyataan untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat dan membuat negara sendiri-sendiri dengan memunculkan sentimen SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan).   
Kepanikan warga seperti itu juga ‘dikipas-kipasi’ dengan ramalan-ramalan sejumlah para normal yang mengatakan bahwa bakal terjadi huru hara besar pada tahun 2012, terutama dalam kepemimpinan nasional negara ini. Sehingga semakin membuat prustasi rakyat kebanyakan.
Sebagaian pengamat mengatakan bahwa kondisi tersebut sengaja diciptakan untuk mematangkan agenda mereka guna memuluskan menguasai negeri ini. Mereka mempertentangkan antara rakyat dengan pemerintah, rakyat dengan anggota legeslatif, rakyat dengan eksekutif, rakyat dengan unsur yudikatif bahkan rakyat dengan rakyat sendiri sehingga semakin memperlebar jurang pemisah antar lembaga.
Munculnya penilaian buruk terhadap legeslatif, eksekutif dan yudikatif akibat perbuatan sebagian dari oknum-oknum di lembaga-lembaga tersebut. Penilain buruk tersebut melekat dengan sendirinya kepada lembaga-lembaga tersebut. Sehingga hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga tersebut. Itulah sebenarnya tujuan antara kelompok ini. Untuk selanjutnya mereka menguasai negara dan bangsa ini secara mutlak. Ada agen-agen ganda yang bercokol di setiap lembaga negara ini yang bermain untuk kepentingan asing. Waspadalah!!!.

Jumat, 15 April 2011

Arifinto dan Jebakan Sex

Politisi dan anggota DPR RI asal PKS, Arifinto, kena getahnya saat membuka situs porno di sidang paripurna DPR RI beberapa waktu lalu. Kelakuannya itu dijepret kamera wartawan yang memang sering mencari sesuatu yang aneh-aneh di dalam sidang-sidang DPR RI.  Ngobrol, tertawa, bisik-bisik, baca koran, buka laptop, terima telpon, baca sms, bahkan ngantuk pun bisa menjadi sasaran jepretan kamera wartawan.
Celakanya, ya celakanya Arifinto- adalah politisi PKS, yang merupakan partai kader Islam yang berslogan bersih dan jujur- buka situs porno. Entah foldernya sendiri atau kiriman email orang. Heboh. Wajar jika heboh. Karena dua hal; pertama dia seorang anggota DPR RI yang sedang bersidang yang dibayar uang rakyat. Kedua dia kader PKS yang partai Islam itu.
Kalau bukan dari PKS, penulis yakin sanksinya tidak akan seberat itu. Dimana Arifinto diharuskan melakukan; taubatan nasuha, meminta maaf kepada; partai, kader PKS, konstituen dan masyarakat umum. Bahkan dia harus kehilangan kursi panas DPR RI yang banyak dirindukan dan diperjuangkan orang.
Jika ia dari partai lain penulis yakin ketua partai akan membelanya. Ketua fraksi akan membelanya. Kader partai akan membelanya. Konstituen akan membelanya. Tidak perlu taubatan nasuha. Tidak perlu meminta maaf kepada semua orang. Dan yang terpenting tidak perlu mundur dari DPR RI. Itu pasti.
Jeratan Sex
Sebenarnya jebakan sex ini bukan saja dialami Arifinto melainkan oleh banyak kalangan bahkan semua orang. Kita ingat mantan Presiden Gus Dur pun pernah diisukan ‘bermain’ dengan seorang wanita dimana foto keduanya pernah dimuat di sejumlah media massa nasional. Demikian juga mantan Presiden Soekarno. Bahkan Presiden SBY pun pernah diisukan ada main dengan seseorang. Belakangan issue yang menerpa Presiden SBY lenyap begitu saja.
Sejumlah anggota DPR RI, DPRD propinsi, kota/kabupaten  maupun pejabat tinggi, gubernur, walikota, bupati dan pejabat publik lainnya  di negeri ini pun pernah diterpa issue bermain sex dengan wanita bukan istrinya, baik dengan artis maupun masyarakat biasa.  
Di kalangan artis issue permainan sex nampaknya sudah biasa. Apakah cuma pakaian minin, bikini, sedang mandi, berenang, goyang ngebor, goyangan seronok. Bahkan hubungan badan kerap kita dengar dan tonton di kalangan artis. Kita ingat Ariel, Luna, Cut Tari dll.
Sebenarnya masyarakat bawah pun akhir-akhir ini mulai “akrab” dengan dunia aurat itu. Tak jarang kita lihat di jalan-jalan umum wanita bercelana minim, berbaju sexy tanpa ada rasa risih dan sungkan. HP, laptop, computer juga kerap diselipi folder-folder sex, seronok dan mengundang birahi. Demikian juga tontonan di bioskop dimana unsur sex secara terbuka maupun tersembunyi/sublim disuguhkan kepada penonton berbagai kalangan tanpa memandang usia. Hasilnya: pernikahan dini, hamil di luar nikah, sex bebas dan aborsi meningkat tajam.
Ini adalah gerakan sitematis dan masiv agar manusia pada umumnya terjerumus pada kehidupan sex bebas tak bertanggung jawab seperti layaknya hewan. Padahal manusia adalah makhluq mulya yang harus tetap menjaga kemulyaannya itu. Jangan sampai turun derajatnya menjadi hewan bahkan lebih rendah dari hewan.