Senin, 04 April 2011

PERIHAL PENENTUAN AWAL ATAU AKHIR BULAN KALENDER HIJRIYAH

Tulisan Tatan Santoni
Sampai sejauh ini persoalan penentuan awal atau akhir bulan Kalender Hijriyah, terutama untuk bulan Ramadhan dan Syawal selalu saja membingungkan umat “Islam kebanyakan”. Maksud saya umat Islam yang tidak berniat atau berkeinginan mengetahui cara penentuan tersebut dan hanya taklid pada putusan para Ulama dilingkungan mereka saja atau turut pada keputusan resmi Pemerintah.
Adapun para Pemuka Agama atau Pemuka Organisasi Masa Agama Islam di Negara kita ini, seolah tidak memperdulikan dampak buruknya terhadap kerukunan umat, baik umatnya sendiri maupun umat dari kalangan lainnya, ketika membacakan keputusan organisasi yang dipimpinnya tentang awal dan akhir bulan Ramadhan atau awal Syawal yang berbeda dengan keputusan Organisasi Masa Islam lainnya. Ragu untuk menentukan hari permulaan dan akhir puasa Ramadhan, karena perasaan berdosa bila jumlah hari puasanya kurang, tetapi “haram” bila berpuasa pada hari raya Iedul Fitri.
Sejauh yang saya pahami terhadap pernyataan-pernyataan mereka, baik dari aliran-keagamaan non formal yang kecil-kecil sampai kepada organisasi-keagamaan formal yang besar-besar, ada kecenderungan penetapannya dipengaruhi oleh ketetapan Kerajaan Arab-Saudi. Bagi mereka adalah suatu kejanggalan bahkan mustahil ada Negara yang waktunya 4 sampai 6 jam “belakangan” dibandingkan dengan waktu Indonesia (WIB sampai WIT), malah menetapkan hari raya Iedul Fitri 1 hari lebih “duluan” dari hari raya Iedul Fitri yang resmi ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Sehingga mereka beralasan demi menghormati keputusan Kerajaan Arab-Saudi, maka mereka mengikuti keputusan kerajaan tersebut.
Agar lebih jelas, ada baiknya saya kutipkan apa saja yang menjadi dasar penetapan bulan dan tahun kalender Hijriyah tersebut. Karena terus terang masih banyak yang memposisikan diri sebagai orang awam, yang karena sesuatu hal tidak sempat mempelajarinya. Bahkan ada seorang rekan yang mengikuti dan menyarankan untuk mengikuti sikap Ustadz kelompok pengajiannya. Ustadz tersebut “sangat bijaksana” karena menyatakan yang mana saja yang kita yakini kebenarannya, maka itulah yang benar? Nah lho!
Yang menjadi dasar atau pegangan umat Islam tentu saja sudah seharusnya Al Qur’an dan As Sunnah, coba saja simak

a. Surah 36 (Yasiin), Ayat-39:
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua ¤.

¤ Maksudnya: Pada awal dan akhir bulan, Bulan akan berbentuk seperti tandan tua kering yang melengkung atau bulan sabit yang sangat tipis.

b. Surah 9 (At Taubah/Pengampunan), Ayat-36:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

c. Sunnah Nabi Muhammad SAW:
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)".

• Pada awal bulan kalender Hijriyah, Bulan-Sabit yang sangat tipis akan tampak relatip sangat sebentar di ufuk- barat sesaat setelah Matahari sore terbenam dan itulah yang dinamakan “Hilal”. Penampakan Hilal dipakai sebagai tanda bahwa mulai “maghrib” saat itu kita memasuki tanggal 1 dari bulan baru pada Kalender Hijriyah. Dalam penanggalan Hijriyah “malam” adalah 12 jam pertama dan “siang” adalah 12 jam terakhir dari suatu hari.
Sedangkan pada akhir bulan kalender Hijriyah, Bulan-Sabit yang sangat tipis akan tampak relatip sangat sebentar di ufuk-timur sesaat sebelum Matahari pagi terbit. Namun terus terang saja saya belum tahu namanya.
• Adapun pada Surah Yasiin tersebut diatas seolah-olah Bulan mempunyai manzilah-manzilah atau orbit lebih dari satu. Hal itu karena Alloh SWT menggambarkan perjalanan Bulan seperti yang terlihat oleh manusia yang ada di Bumi, seolah pergerakan Bulan dalam mengelilingi Bumi dari barat ke timur terjadi pada garis lintang yang berbeda pada setiap malamnya. Hal itu dimungkinkan karena Alloh SWT menetapkan Bulan mengorbit Bumi tidak persis dari arah Barat ke arah Timur, diatas dan sejajar dengan garis Khatulistiwa (seperti orang yang sedang bertawaf bila kutub-utara diibaratkan atap “Ka’bah”), tapi lebih cenderung dari arah Barat-Daya atau Barat-Laut ke arah Timur-Laut atau Tenggara dengan sudut “Inklanasi” sekitar 5 Derajat (silahkan koreksi, bila salah). Karena ketetapan maupun ciptaan Alloh SWT tidak ada sedikitpun yang sia-sia (Surah Ali ‘Imran Ayat-190 & 191), maka bagi saudara-saudara yang merasa “berakal” tentu akan tertantang untuk mengungkapkan alasannya.
• Menurut pengamatan orang-orang “terpilih” dahulu, Bulan mengorbit Bumi tidak dalam waktu “30” hari pas, tetapi dalam waktu kurang lebih “29,5” (dua puluh sembilan setengah) hari. Sehingga Nabi Muhammad SAW menganjurkan, apabila Hilal terhalang (telah terbenam?) atau tidak terlihat, maka genapkan (istikmal) bulan yang sedang berjalan menjadi 30 hari dan otomatis bulan berikutnya menjadi 29 hari.
• Ada hal istimewa pada ketetapan Alloh SWT dalam interaksi antara Bumi dan Bulan, yaitu:
1 kali rotasi Bulan memerlukan waktu yang persis atau mutlak sama dengan waktu yang diperlukan Bulan tersebut untuk 1 kali mengorbit Bumi. Sehingga hanya bagian permukaan Bulan yang tampak sampai saat inilah, yang dapat dilihat kita dari Bumi sepanjang masa. Seperti layang-layang yang sedang mengudara, kita hanya bisa melihat permukaan yang bergambarnya saja dan tidak bisa melihat permukaan yang ada kerangkanya. Atau dengan kata lain tidak ada seorangpun yang pernah melihat permukaan Bulan sisi lainnya, kecuali tentunya beberapa Astronaut Amerika yang pernah mengorbit Bulan dengan wahana Apollo? (akhir-akhir ini makin dipertanyakan kebenarannya).
Saya kira sampai sekarang belum ada seorangpun yang mengetahui, bagian Bumi yang mana yang pegang “benang” kalau saja Bulan diibaratkan sebuah layang-layang yang sedang mengudara. Mungkin ada diantara Anda yang tahu?

Kini kita memasuki Millenium ke-3 dimana sebagian besar segi kehidupan begitu tergantung bahkan kita percayakan pada alat elektronik canggih yang bernama Computer. Begitu juga kegiatan-kegiatan keagamaan umat Islam, tidak terlepas dari penggunaan teknologi tersebut. Diantaranya penggunaan piranti-piranti lunak yang membantu kita meng”hisab” perjalanan Bulan dengan ketepatan yang sangat tinggi. Dengan bantuan piranti lunak tersebut, kita dapat mengetahui kapan terjadinya Hilal beratus-ratus tahun kebelakang atau kedepan dan lokasi mana saja diseluruh tempat pada permukaan Bumi ini “aktual Hilal” (Hilal yang terjadi pada bulan dan tahun tertentu) dapat terlihat.
Begitu canggihnya piranti lunak tersebut, sehingga hasil hisabnya untuk “waktu penampakan” Hilal ditampilkannyapun dalam format “tanggal berapa, hari apa, jam berapa dan menit serta detik keberapa”. Juga karena ketepatannya tersebut, maka dipakailah hasil hisab Computer tersebut sebagai dasar untuk penetapan tanggal 1 bulan Ramadhan atau Syawal Kalender Hijriyah oleh organisasi-organisasi keagamaan tertentu. Dan biasanya dalam prakata pengumuman resmi yang dibacakan oleh pemimpin ormas-ormas tersebut selalu saja disebutkan, bahwa walaupun karena sesuatu dan atau beberapa hal lainnya menyebabkan penampakan Hilal tidak terlihat, tetapi berdasarkan hisab yang kami lakukan seharusnya Bulan yang berumur sekian jam berada sekian derajat diatas garis horizon pada “tanggal sekian, hari anu, jam sekian, menit dan detik kesekian” sore ini, maka kami menetapkan mulai magrib ini sebagai tanggal 1 Ramadhan atau Syawal. Pernyataan tersebut jelas mengenyampingkan anjuran Nabi Muhammad SAW tersebut diatas, yang menurut saya walaupun sederhana tetapi lebih aktual. Ketepatan yang sangat presisi (sepersekian detik) dalam beberapa hal memang sangat diperlukan, semisal dalam pertandingan atletik atau renang dan sebagainya. Tapi konsekwensinya sangatlah kecil dan hanya berdampak pada beberapa orang atau atlet saja. Sedangkan penentuan awal atau akhir bulan kalender Hijriyah sendiri sebetulnya hanya memerlukan ketelitian 1 hari atau 24 jam saja, sangat sederhana tapi dampaknya bisa sangat besar. Bila penetapan tanggal 1 Ramadhan atau Syawal para Pemuka-pemuka Agama ditambah lagi pengumuman resmi dari Pemerintah berbeda-beda, maka berapa ratus juta orang yang ragu menentukan tanggal mulai dan selesainya berpuasa wajib Ramadhan.
Untuk lebih jelas maka saya tampilkan gambar dibawah ini, ma’af hanya sketsa penafsiran saya saja dari sekian artikel yang saya baca.

Keterangan:
Ijtimak atau conjunction adalah saat Matahari, Bulan dan Bumi berada pada 1 (satu) garis-sumbu.

Pada sketsa diatas tidak mungkin Hilal (Bulan Sabit berumur 8 jam terhitung dari saat Ijtimak, sesuai dengan kriteria Imkanur Rukyat Mabims) terlihat di Jakarta, tapi Hilal akan nampak empat jam kemudian dan terlihat oleh orang di Mekah dan sekitarnya, sehingga sejak Magrib itu Mekah dan sekitarnya disepakati memasuki tanggal 1 Syawal sebagai akhir dari puasa wajib Ramadhan kita.
Saya katakan hadits Nabi Muhammad SAW tentang awal dan akhir bulan Ramadhan tersebut diatas lebih aktual, coba simak saja Firman Alloh SWT seperti dibawah ini

a. Surah-13 (Ar Ra’d/Guruh), Ayat-2:
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.

b. Surah-31 (Luqman), Ayat-29:
Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

c. Surah-35 (Faathir/Pencipta), Ayat-13:
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.

d. Surah-39 (Az Zumar/Rombongan-Rombongan), Ayat-5:
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Menurut Surat-surat Al Qur’an tersebut diatas Matahari dan Bulan beredar (pada orbitnya?) sampai dan menurut waktu yang ditentukan. Apakah peredaran atau perjalanan Matahari dan Bulan tiba-tiba dihentikanNya bila waktunya telah tiba, atau melalui suatu proses. Sepanjang yang saya ketahui bila Alloh SWT menciptakan atau menetapkan sesuatu selalu saja melalui suatu proses yang berdimensi waktu, tentu agar kita dapat mengambil pelajaran dari kejadian tersebut.
Walau tidak mampu menghitung berapa percepatan penambahan jarak Bumi-Bulan, tapi sampai saat ini saya percaya akan adanya penambahan jarak tersebut. Coba simak hipotesa para astronom yang menyebutkan bahwa alam semesta ini sedang dalam keadaan berekspansi sejak terjadinya “ledakan-besar”, juga dalam Al Qur’an:

a. Surah-52 (Ath Thuur), Ayat-5:
dan atap yang ditinggikan (langit),

b. Surah-88 (Al Ghaasyiyah), Ayat-18:
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?

Walaupun penambahan jarak Bumi-Bulan (jari-jari orbit Bulan) persatuan waktunya sangat kecil, yang diantaranya disebabkan adanya penyusutan massa Bumi yang dikonversi menjadi energi panas dipusat Bumi ataupun dengan semena-mena oleh kita. Oleh karena “gaya centrifugal” yang dikenakan Alloh terhadap Bulan tetap sedangkan “gaya centripetal” Bumi melemah karena penyusutan massa Bumi tersebut diatas, maka waktu tempuh Bulan untuk mengorbit Bumi pun akan makin lama, karena keliling lingkaran orbitnya secara perlahan tapi pasti menjadi lebih panjang. Artinya jumlah hari dalam sebulan pun akan bertambah terus walaupun mungkin sangat kecil dan dapat diabaikan, tetapi hal ini tetap saja menjadikan Sunnah Nabi Muhammad SAW lebih aktual. Atau Rukyat lebih aktual dibanding Hisab. Tetapi akan lebih efektip jika Hisab dilakukan untuk menunjang kegiatan Rukyat, karena posisi Hilal atau Bulan dapat diperkirakan jauh hari sebelumnya, sehingga tim Rukyat akan langsung memperhatikan atau memonitor sudut tertentu saja di ufuk barat.
Pada permulaan tulisan ini diatas saya menyebutkan ada aliran atau organisasi keagamaan (sebetulnya dulu termasuk saya juga), berpendapat bahwa adalah hal yang mustahil bila Kerajaan Arab-Saudi atau negara-negara Timur-Tengah berpuasa atau berlebaran lebih duluan dari Indonesia, padahal kerajaan tersebut waktunya 4 sampai 6 jam lebih belakangan dari waktu Indonesia (WIB sampai WIT). Persoalan tersebut timbul menurut saya diantaranya karena
a. Dahulu pada masa awal penyebaran agama Islam ke seluruh bagian dunia, teknik komunikasi masih sangat sederhana dan terbatas. Sehingga setiap bagian dunia yang berpenduduk Muslim, melakukan “Rukyat” secara sendiri-sendiri.
b. Umat Islam bergabung dengan pembagian zona-waktu yang ditetapkan oleh kerajaan Inggris, yaitu GMT.
Bila penyebab “a” adalah karena sesuatu yang sangat wajar, maka “b” penyebab “kekacauan” itu.
Pada saat memutuskan bergabung dengan zona-waktu GMT, tidak ada seorangpun yang sadar bahwa hal tersebut akan berdampak buruk di kemudian-hari. Padahal Alloh menekankan betapa pentingnya umat manusia mempergunakan “akal” sebagai salahsatu karuniaNya.
Coba simak baik-baik Firman Alloh dibawah ini:

 Surah 2 (Al Baqarah/Sapi Betina), Ayat-269:
Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)

 Surah 3 (Ali ‘Imran/Keluarga ‘Imran), Ayat-7:
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal

 Surah 10 (Yunus), Ayat-100:
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

GMT (Greenwich Mean Time) adalah garis (khayal) meridian yang membujur diatas Greenwich, London, Inggris.
Pada konvensi astronomi pertama (sebelum 01 januari 1925) garis tersebut ditetapkan sebagai Garis Bujur (Meridian) “0 derajat” dan Jam “GMT 00:00”, sedangkan pergantian tanggal atau hari terjadi pada jam 12:00 (tengah hari). Pada konvensi astronomi kedua, pergantian hari atau tanggal disepakati dirubah terjadinya mejadi pada jam 00:00 (tengah malam) dan berlaku sampai sekarang.
Oh ma’af pada konvensi itupun ditetapkan Dunia dibagi menjadi 24 Zona-Waktu.
12 zona waktu dari Garis-Bujur “0 derajat” kearah timur sampai Garis-Bujur “180 derajat” (diatas samudra pasifik sedikit di sebelah timur Selandia Baru), menjadi jam “GMT + 0” sampai dengan jam “GMT + 12”.
Sedangkan 12 zona waktu dari Garis-Bujur “0 derajat” kearah barat sampai Garis-Bujur “180 derajat” (diatas samudra pasifik sedikit di sebelah timur Selandia Baru), menjadi jam “GMT – 0” sampai dengan jam “GMT – 12”.
Bila saja garis GMT tersebut kita umpamakan sebagai orang yang sedang bertawaf, maka orang tersebut bukanlah “Karom” (Ketua Rombongan) karena berada ditengah-tengah rombongan.
Pada konvensi tersebut ditetapkan bahwa zona-waktu Saudi Arabia adalah “GMT + 3”. Sedangkan Indonesia dibagi menjadi 3 zona-waktu, yaitu WIB atau “GMT + 7”; WITA atau “GMT + 8” dan WIT atau “GMT + 9”
Mudah-mudahan sekarang jadi jelas bahwa waktu di Indonesia “lebih duluan” 4 sampai 6 jam (WIB sampai WIT) dari waktu di Mekah adalah kesepakatan para Astronom kerajaan Inggris semata. Tapi karena umat Muslim (diseluruh dunia) tidak ada yang menolak (berpikir?) bahkan bergabung dengan konvensi tersebut, maka kita sangat yakin bahwa waktu di Indonesia adalah “lebih duluan” 4 sampai 6 jam (WIB sampai WIT) dari waktu di Mekah dan celakanya menjadikan kita beranggapan bahwa adalah hal yang “mustahil” Kerajaan Saudi Arabia menetapkan hari-hari besar seperti diantaranya Idul Fitri dan Idul Adha 1 hari lebih awal daripada penetapan pemerintah Indonesia.
Pada penanggalan Hijriyah, pergantian hari atau tanggal baru terjadi pada “Magrib”, yaitu saat Matahari tenggelam atau katakanlah jam 18:00. Penentuan tersebut berdasarkan sunnah nabi Muhammad SAW:
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)".
Olehkarena itu pada pembagian zona-waktu khusus untuk umat Islam, harus ditetapkan Garis-Bujur “0 derajat” tersendiri dan garis semu tersebut sebaiknya bernama KMT (Ka’bah Means Time) karena ditetapkan tepat diatas Ka’bah, rumah Alloh SWT yang berfungsi sebagai sarana pemersatu arah (Qiblat) sholat umat Islam.
Adapun pembagian zona-waktunya tidak perlu dirubah lagi karena harus tetap sinkron dengan zona-waktu GMT. Tetapi berdasarkan penafsiran saya terhadap sunnah Nabi tersebut diatas, zona waktu dimana KMT berada (jazirah Arab) adalah zona waktu terdepan atau tidak satupun zona waktu yang mendahuluinya. Maka garis KMT tersebut berlaku sebagai “Karom” (tidak ada seorangpun anggota rombongan yang mendahuluinya) yang sedang bertawaf normal, sehingga teraturlah tawaf rombongan yang dipimpin “Karom” yang bernama KMT tersebut. Maka ketika “Jam” Mekah pada (KMT + 00:00), “Jam” London menjadi (KMT – 04:00) dan “Jam” Jakarta menjadi (KMT – 20:00) menurut pembagian zona-waktu KMT Kalender Hijriyah. Berarti menurut pembagian zona-waktu KMT Kalender Hijriyah, Indonesia menjadi 18 sampai 20 jam (WIT sampai WIB) lebih “belakangan” dibandingkan dengan negara yang dilintasi oleh garis KMT (Arab-Saudi) sebagai patokan “waktu” yang baru bagi umat Islam. Ahh... akhirnya umur kita berkurang 20 jam, lumayaaan!
Untuk selanjutnya dibentuk badan atau dewan Rukyat & Hisab yang beranggotakan perwakilan-perwakilan negara-negara berpenduduk umat Islam dengan persentase tertentu dan badan atau dewan tersebut berkantor pusat di Masjidil Harom. Tim yang dibentuk badan atau dewan tersebut akan memonitor Hilal di Jazirah Arab saja dan hasilnya dijadikan sebagai bahasan badan atau dewan tersebut bersidang untuk penetapan awal atau akhir bulan-bulan Kalender Hijriyah spesial bagi umat Islam seperti bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Karena kemajuan teknologi komunikasi masa kini, tentu saja sidang tersebut dapat disaksikan langsung diseluruh dunia.
Selanjutnya proses penetapan pembagian zona-waktu KMT Kalender Hijriyah tersebut akan menyadarkan “umat Islam-kebanyakan”, bahwa soal “Jam” Indonesia 4 sampai 6 jam mendahului (bukan 18 sampai 20 jam belakangan dari) “Jam” Arab-Saudi hanyalah soal kesepakatan semata (tanpa persetujuan kita)
Perlu saya tegaskan bahwa saya samasekali bukan ahli dalam bidang yang saya tulis tersebut diatas, saya hanya orang kebanyakan yang mencoba mengusulkan sesuatu untuk perbaikan kehidupan keberagamaan umat Islam, jadi mohon ma’af bila ada salah penafsiran maupun salah kata, semoga bermanfa’at dan terimakasih atas segala perhatiannya.

Wassallam,
Tatan Sontani
Amor - 996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar