Minggu, 20 September 2015

DALIL AQLY, DALIL NAQLY ; KOSEPSI KEILMUAN ISLAM

Dalam ajaran Islam terutama dalam penggalian keilmuan Islam seringkali kita diberikan sejumlah dalil yang bila dikatagorikan menjadi dua kutub dalil, yaitu dalil aqly dan dalil naqly. 
Dalil aqly adalah sebuah atau beberapa dalil, argumen, rujukan, pendapat yang bersumber dari akal manusia, fikiran manusia. Sedangkan dalil naqly adalah sebuah atau beberapa dalil, argumen, rujukan atau pendapat yang disandarkan pada nash Alquran maupun hadits Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal ini, Agama Islam terbilang berani 'membuka' peluang pada akal untuk menjadi rujukan ilmu bahkan menjadi rujukan bertauhid (mengesakan Tuhan) atau menjadi rujukan untuk beribadah. Pasalnya kadangkala akal manusia dalam posisi tidak murni atau tidak bebas nilai. Kadang akal membawa dalilnya sendiri yang bisa bertentangan dengan ajaran agama, aqidah maupun ibadah. Namun itulah Islam, sebuah agama yang cukup terbuka bahkan membuka lebar masuknya akal (aqly) menjadi rujukan aqidah maupun ibadah.
Ada banyak dalil aqly (akal) yang masuk menjadi rujukan dalam ajaran Islam, dan hal tersebut tidak mengacaukan ajaran Islam, tidak 'menenggelamkan' Islam. Malahan justru dalil tersebut semakin memperkuat ajaran Islam itu sendiri. Seperti, misalnya soal keberadaan Tuhan, yang menurut akal (aqly) tidak mungkin segala sesuatu yang ada di jagat raya ini jadi dengan sendirinya. Namun pasti ada dzat Yang menjadikannya, Yang menciptakannya, Yang membentuknya, Yang memeliharanya atau bahkan Yang menghancurkannya. dan menurut akal pula bahwa dzat tersebut tidak mungkin banyak, berjumlah tapi mesti satu, tunggal, esa, wahid. Karenanya, menurut akal pula kepada dzat itu pula kita manusia harus tunduk, patuh, menyembah. dll.
Bahkan dalam perkembangannya dalil aqly pun 'bisa' mengoreksi dalil-dalil yang dianggap sebagai firman Tuhan atau wahyu. Jika bertentangan dengan aqly maka tak jarang dalil-dalil naqly pun bisa ditolak. Namun sekali lagi Islam 'tidak takut' pada kemampuan akal manusia dalam mengekplor sebuah kebenaran, bahkan dalam sejumlah ayat-ayat Alquran seringkali akal manusia ditantang untuk berfikir, untuk digunakan, untuk mencari. Kita sering menemukan ayat-ayat afala ta'qilun, afalaa tadabbarun, iqro!, dll. Namun posisi dalil aqly dimasukan kedalam katagori dzoni (dugaan, perkiraan, tidak pasti) karena adakalanya akal manusia terbatas dan dibatasi oleh ilmu pengetahuan maupun pengalaman manusia itu sendiri. Sehingga pendapat akal hari kemarin akan berbeda dengan hari ini atau masa yang akan datang.
Sebagai pembanding dalil aqly adalah dalil naqly, yaitu dalil, rujukan, argumen, pendapat yang bersumber dari nash-nash Alquran maupun hadits. Dalil ini sifatnya qoth'i (pasti, mutlak kebenarannya). Karena dalil ini berasal dari Tuhan atau utusan Tuhan, sehingga kebenarannya tidak dapat dibantah, tidak dapat diganggu gugat. Namun seringkali kita menerima tafsiran atas dalil naqly ini yang menurut akal tidak benar, bertentangan, tidak bersesuaian. Perlu diingat bahkan tafsiran adalah hasil akal-akal juga, hasil pemikiran manusia yang berdasarkan ilmu pengetahuan maupun pengalaman. Karenanya bila ada kontradiktik antar tafsiran orang maka kita wajib mengembalikan tafsiran tersebut pada nash aslinya; Al quran maupun hadits. 
Wallahu a'lam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar